SEJARAH DAN DINAMIKA
PERKEMBANGAN PROFESI
BIMBINGAN DAN KONSELING
DI INDONESIA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Matakuliah Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu :
Umi Rohmah M. Pd. I.
Nip.
197608202005012002
Disusun oleh :
Dyan Pratiwi Kusumaningtyas 210911052
Wahyu Choirul Huda 210911062
Program Studi
Tadris Bahasa Inggris
Jurusan Tarbiyah
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI
STAIN PONOROGO
2013
PENDAHULUAN
Bimbingan dan konseling merupakan upaya proaktif
dan sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang
optimal, pengembangan perilaku yang efektif, pengembangan lingkungan, dan
peningkatan fungsi atau manfaat individu dalam lingkungannya. Semua perubahan
perilaku tersebut merupakan proses perkembangan individu, yakni proses
interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat dan
produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab yang
penting untuk mengembangkan lingkungan, membangun interaksi dinamis antara
individu dengan lingkungan, membelajarkan individu untuk mengembangkan, merubah
dan memperbaiki perilaku.
Bimbingan dan konseling di Indonesia mengalami
perkembangan seiring berjalannya waktu. Hampir dalam setiap dekade perkembangan
bimbingan dan konseling di Indonesia mengalami perubahan yang signifikan. Dalam
makalah ini berisi penjelasan mengenai bentuk-bentuk perkembangan profesi
bimbingan dan konseling mulai dari tahun 70-an hingga sekarang. Semoga
penyusunan makalah ini dapat bermanfaat dan berguna untuk menambah wawasan bagi
pembaca.
PEMBAHASAN
Sejarah dan Dinamika
Perkembangan Profesi
Bimbingan dan Konseling
Di Indonesia
A. Sejarah dan
Dinamika Perkembangan Bimbingan dan Konseling.
Layanan
BK sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun 1962. Namun BK baru
diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan kurikulum 1975. Kemudian
disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan memasukkan bimbingan karir
didalamnya. Pelayanan Konseling dalam sistem pendidikan Indonesia mengalami beberapa perubahan nama. Pada
kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada
Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling
(BK) sampai dengan sekarang. Perkembangan BK semakin mantap pada tahun
2001.[1] Berikut perkembangan
Bimbingan dan Konseling di Indonesia sejak decade 70-an hingga sekarang.
- Dekade 70-an
(Penataan)
Setelah
dirintis dalam dekde 60-an, bimbingan dicoba penataanya dalam decade 70-an.
Dalam decade ini bimbingan diupayakan aktualisasinya melalui penataan legalitas
system; konsep dan pelaksanaanya.
Kelahiran
orde baru banyak menyadarkan bangsa Indonesia akan kelemahan di masa lampau dan
kesediaan memperbaiki di masa yang akan dating melalui pembangunan.[2]
Dalam
dekade ini bimbingan diupayakan aktualisasinya melalui penataan legalitas
system, dan pelaksanaanya. Pembangunan pendidikan terutama diarahkan kepada
pemecahan masalah utama pendidikan, yaitu:
a)
Pemerataan kesempatan
belajar,
b)
Mutu,
c)
Relevansi, dan
d)
Efisiensi.[3]
Dalam decade ini
banyak dilaksanakan inovasi pendidikan seperti:
1. Proyek perintis sekolah pembangunan (PPST) pada IKIP
di Indonesia, dengan eksperimen atau uji coba system modul, maju berkelanjutan,
belajar tuntas, bimbingan dan konseling.
2. Kelahiran kurikulum 1975 yang dipandang lebih relevan
disbanding kurikulum 1968.
3. Penyempurnaan kurikulum perguruan tinggi, khususnya 19
IKIP/ LPPK.
4. Peningkatan mutu guru.
5. Pengembangan buku teks.
6. Pengembangan system seleksi perguruan tinggi.
7. Berbagai penataran untuk berbgai jenis personal
pendidikan.
8. Inovasi-inovasi lainya dalam berbagai segi pendidikan.[4]
Pada dekade ini, bimbingan
dilakukan secara konseptual, maupun secara operasional. Melalui upaya ini semua
pihak telah merasakan apa, mengapa, bagaimana, dan dimana bimbingan dan
konseling.
- Dekade 80-an
(Pemantapan)
Pada dekade ini, bimbingan
ini diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk menuju kepada
perwujudan bimbingan yang professional. Dalam dekade 80-an pembangunan telah
memasuki Repelita III, IV, dan V yang ditandai dengan menuju lepas landas.[5]
Beberapa upaya dalam pendidikan yang
dilakukan dalam dekade ini:
1.
Penyempurnaan kurikulum (dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984).
2.
Penyempurnaan seleksi
mahasiswa baru (Sipenmaru) baik melalui PMDK
maupun ujian tulis.
3.
Profesionalisasi tenaga
pendidikan dalam berbagai tingkat dan jenis
antara lain dengan akta mengajar.
4.
Penataan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta (Misalnya dengan PP.05
1980, NKK, Wawasan Almamater dan sebagainya).
5.
Pelaksnaan wajib belajar
6.
Pembukaan universitas
teruka
Beberapa kecenderungan yang
dirasakan pada masa itu adalah kebutuhan akan profesionalisasi layanan,
keterpaduan pengelolaan, sistem pendidikan konselor, legalitas formal,
pemantapan organisasi, pengmbangan konsep – konsep bimbingan yang berorientasi
Indonesia, dsb.
3. Meyongsong
Era Lepas landas
Era lepas landas mempunyai makna sebagai
tahap pembangunan yang ditandai dengan kehidupan nasional atas kemampuan dan
kekuatan sendiri khususnya dalam aspek ekonomi. Ciri kehidupan lepas landas
ditandai dengan keberadaan dan berkembang atas dasar kekuatan dan kemampuan
sendiri, maka ciri manusia lepas landas adalah manusia yang mandiri secara utuh. Mandiri dengan arti mewujud dan berkembang atas
kekuatan dirinya sendiri. Manusia mandiri adalah manusia yang benar-benar
memahami akan dirinya, mampu mengarahkan dirinya kea rah perwujudan diri yang
bermakna.[7]
Menurut
Koentjaraningrat (1988) manusia lepas landas berfokus pada 3 kata kunci, yaitu:
1. Mentalitas manusia Indonesia.
2. Disiplin Nasional.
3. Integrasi nasional. [8]
Ketiga
aspek diatas diharapkan terwujud dalam kemampuanya menghadapi tekanan-tekanan
zaman baru yang berdasarkan peradaban komunikasi informasi.
B. Periodesasi Perkembangan Pergerakan Bimbingan dan
Konseling di Indonesia
Lebih lanjut untuk mendapatkan gambaran yang lebih
jelas tentang periodisasi perkembangan gerakan bimbingan dan konseling di
Indonesia, sebagaimana dikemukakan diatas bahwa periodisasiperkembangan gerakan
bimbingan dan konseling, di Indonesia melalui 5 periode, yaitu periode
prawacana, pengenalan, pemasyarakatan, konsolidasi, dan tinggal landas
(Prayitno, 2003) , seperti digambarkan pada bagan berikut:
1. Periode I dan II:
Prawacana dan Pengenalan (Sebelum 1960 sampai 1970-an)
Pada perioode prawacana (Periode I) pembicaraan
tentang bimbingan dan konseling telah dimulai, terutama oleh para pendidik yang
telah mempelajari diluar negeri dengan dibukanya juruan bimbingan dan
penyuluhan di UPI Bandung pada tahun 1963. Pembukaan jurusan ini menandai
dimulainya periode kedua yang secara tidak langsung memperkenalkan bimbingan
dan penyuluhan kepada masyarakat, akademik, dan pendidikan. Kesuksesan periode
ini ditandai dengan diluluskannya sejumlah sarjana BP dan semakin dipahami dan
dirasakan kebutuhan akan pelayanan tersebut.
Sukses periode kedua ditandai dengan dua hal, yaitu
diluluskanya sejumlah sarjana(Drs.) BP yang siap mengimplementasikan pelayanan
BP di lapangan, khususnya di sekolah dan semakin dipahami serta dirasakan
kebutuhan akan pelayanan tersebut bagi para siswa.[9]
2. Periode III: Pemasyarakatan
(1970 sampai 1990-an)
Puncak dari periode ke II, dan sekaligus sebagai awal
dari periode ke III ialah diberlakukan kurikulum 1975 untuk sekolah dasar
sampai sekolah menengah tingkat atas dengan mengintregasikan layanan BP untuk
siswa. Pada tahun ini terbentuk organisasi profesi BP dengan nama IPBI (Ikatan
Petugas Bimbingan Indonesia). Pada periode ketiga ini ditandai dengan
berlakunya kurikulum 1984 (kira-kira 10 tahun setelah kurikulum 1975) yang
difokuskan pada bimbingan karir dengan bimbingan penyuluhan, sehingga pada
waktu itu ada istilah BK/BP. Kerancuan dalam mengimplementasikan SK Menpa no 26
tahun 1989 terhadap penyelenggaraan bimbingan di sekolah yang menyatakan bahwa
semua guru dapat diserahi tugas melaksanakan pelayanan BP yang mengakibatkan
pelayanan BP menjadi kabur baik pemahaman maupun mengimplementasikannya
sehingga pada waktu itu sampai-sampai diidentifikasi sebagai “BP dengan pola
tidak jelas”.[10]
3. Periode ke IV: Konsolidasi
(1990-2000)
Pada periode ini IPBI berusaha keras untuk mengubah
kebijakan bahwa pelayanan BP itu dapat dilaksanakan oleh semua guru. Keadaan
seperti itu harus direformasi. Upaya ini menandai mulainya period eke IV, yaitu
konsolidasi. Dalam periode ini sangat diharapkan seluruh perangkat profesi,
baik segi keilmuanyanya, para pelaksana, maupun pelaksanaanya di lapangan
dikonsolidasi, sehingga menjadi satu kesatuan sosok profesi yang utuh dan
berwibawa. Sejumlah hal ini dapat dicatat sebagai butir-butir yang menandai periode ini (Periode IV), yaiu:
·
Diubahnya secara resmi kata penyuluhan menjadi
konseling istilah yang
dipakai sekarang adalah
bimbingan dan konseling “BK”
·
Pelayanan BK disekolah hanya dilaksanakan oleh guru
pembimbing yang secara khusus ditugasi
untuk itu
·
Mulai diselenggarakan penataran (nasional dan daerah)
untuk guru-guru pembimbing
·
Mulai adanya
formasi untuk mengangkat menjadi guru pembimbing
·
Pola pelayanan BK disekolah dikemas “BK Pola 17”.
·
Dalam bidang pengawasan sekolah dibentuk bidang
pengawasan BK.[11]
·
Dikembangkannya sejumlah panduan pelayanan BK
disekolah yang lebih operasional oleh IPBI.[12]
4. Periode V :
Periode Lepas Landas (2001-sekarang)
Semula diharapkan periode konsolidasi akan dapat
mencapai hasil-hasil yang memadai, sehingga muncul tahun 2001 profesi BK di
Indonesia sudah dapat di tinggal landas. Namun kenyataannya masih ada
permasalahan yang belum terkonsolidasi yang berkenaan dengan SDM yaitu mengenai untrained, undertrained, dan
uncomitted para pelaksana pelayanan. Namun pada tahun-tahun selanjutnya ada
perkembangan menuju era lepas landas yaitu :
·
Penggantian nama organisasi profesi dari IPBI menjadi
ABKIN
·
Lahirnya undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional yang didalamnya termuat ketentuan bahwa
konselor termasuk salah satu tenaga
pendidik (bab I pasal 1 ayat
·
kerja sama pengurus besar ABKIN dengan dikti depdiknas
tentang standarisasi profesi konseling
·
Kerja sama ABKIN dengan direktorat PLP dalam
merumuskan kompetensi guru pembimbing (konselor) SMP sekaligus memberikan
pelatihan bagi mereka.[13]
Dalam
penyelenggaraan program Bimbingan dan Konseling pada saat ini masih ada
beberapa persoalan, antara lain adalah:
a.
Masih terdapat kesenjangan rasio konselor (guru
pembimbing) dengan jumlah sekolah dan jumlah peserta didik di setiap jenjang
pendidikan, bahkan di sekolah dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) belum
ada pengangkatan khusus seorang konselor.
b.
Dampak dari kesenjangan antara jumlah konselor dengan jumlah sekolah,
atau jumlah peserta didik adalah:
1)
Di sekolah tertentu tidak ada guru pembimbing.
2)
Di sekolah-sekolah tertentu ada guru pembimbingnya meskipun tidak
seimbang dengan banyaknya siswa.
3) Untuk menutupi kekurangan guru pembimbing,
tidak jarang kepala sekolah mengangkat guru-guru mata pelajaran(yang jam
mengajarnya kurang) menjadi guru pembimbing.
c. Pengangkatan guru mata pelajaran menjadi guru pembimbing, disatu sisi
memberikan impresi positif bagi penyelenggaraan program BK di sekolah, karena
ada kepedulian kepada sekolah terhadap program BK. Akan tetapi di sisi lain
juga berdampak negative bagi profesi pembimbing, yaitu melahirkan citra buruk
bagi profesi bimbingan dan konseling itu sendiri. Karena ditangani oleh orang-orang yang tidak
memiliki keahlian dalam bidang BK.
d. Walaupun bimbingan konseling dipandang
sebagai kegiatan yang professional, akan tetapi secara hokum belum terproteksi
oleh standar kode etik yang kokoh, yang memberikan jaminan bahwa hanya lulusan
pendidikan konselor lah yang bisa mengemban tugas atau memberikan layanan
bimbingan dan konseling.
e. Popularitas Bimbingan dan Konseling masih
terbatas di dalam kalangan tertentu, di lingkungan (sekolah) yang sudah akrab
dan apresiasi terhadap BK, akan tetapi ada juga di kalangan sekolah yang belum
memahami secara tepat dan bahkan menaruh citra negative terhadap BK.
f. Masih ada juga kepala sekolah yang belum memahami secara tepat program
BK di sekolah, sehingga mereka memberikan tugas kepada guru pembimbing
(konselor) yang mismatch, tidak profesiona, tidak sesuai dengan peran
yang sebenarnya.
g. Citra BK semakin terpuruk dengan adanya guru pembimbing yang kinerjanya
tidak professional, dan mereka masih lemah dalam hal:
1) Memahami konsep-konsep bimbingan secara
komperehensif.
2) Menyusun program bimbingan dan konseling
3) Mengimplementasikan teknik-teknik BK.
4) Kemampuan berkolaborasi dengan kepala sekolah
atau guru mata pelajaran.
5) Mengelola BK.
6) Mengevaluasi BK dan melakukan tindak lanjut
untuk perbaikan atau pengembangan program.
7)
Penampilan kwalitas pribadinya, yaitu mereka masih dinilai kurang
percaya diri, kurang ramah, kurang kreati, kurang kooperatif dan kolaboratif
h. LPTK yang menyelenggarakan pendidikan bagi calon guru pembimbing masih
belum memiliki kurikulum yang bagus untuk melahirkan konselor-konselor
professional.[14]
KESIMPULAN
A. Sejarah perkembangan Konseling di Indonesia
meliputi berbagai decade yang mana :
-
Decade 70-an ( Penataan )
Dalam dekade ini bimbingan di upayakan aktualisasi nya
melalui penataan legalitas sistem, dan pelaksanaannya. Pembangunan pendidikan
terutama diarahkan kepada pemecahan masalah utama pendidikan yaitu :
1. Pemerataan
kesempatan belajar,
2. Mutu,
3. Relevansi,
dan
4. Efisiensi
-
Decade 80-an ( Pemantapan)
Pada dekade ini, bimbingan ini
diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk menuju kepada
perwujudan bimbingan yang professional. Dalam dekade 80-an pembangunan telah
memasuki Repelita III, IV, dan V yang ditandai dengan menuju lepas landas
-
Menyonsong era lepas landas
Era lepas landas mempunyai makna
sebagai tahap pembangunan yang ditandai dengan kehidupan nasional atas
kemampuan dan kekuatan sendiri khususnya dalam aspek ekonomi.
Menurut Koentjaraningrat (1988)
manusia lepas landas berfokus pada 3 kata kunci, yaitu:
1. Mentalitas manusia
Indonesia.
2. Disiplin Nasional.
3. Integrasi nasional
B. Selain itu periodesasi
perkembangan pergerakan bimbingan dan konseling di Indonesia dibagi menjadi 3
periode, yakni:
1.
Periode I dan II: Prawacana dan Pengenalan (Sebelum
1960 sampai 1970-an)
2.
Periode III: Pemasyarakatan (1970 sampai 1990-an)
3.
Periode IV: Konsolidasi (1990-2000)
4.
Periode V : Periode Lepas Landas (2001-sekarang)
DAFTAR PUSTAKA
Sukardi, Dewa Ketut, dkk. 2008. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Yusuf, Syamsy. 2009. Landasan
Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
diakses tanggal 18 Maret
2013.
diakses tanggal 16 Maret
2013.
http://widyowati-hakiem.blogspot.com/2012/10/sejarah-bimbingan-dan-konseling-di.html diakses tanggal 16 Maret 2013.
Prayitno, Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.
Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
No comments:
Post a Comment